Setiap orang yang beriman pasti akan ditimpakan musibah di dalam hidupnya sebagai ujian dari Allah. Mereka yang berhasil atas ujian itu adalah mereka yang mampu bersabar.
Sabar memiliki kedudukan yang agung di dalam Islam. Imam Ahmad rahimahullah pernah berkata, “Penyebutan kata sabar di dalam Al Qur’an ada di lebih dari 90 tempat. Sabar adalah bagian dari iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi tubuh. Hal tersebut dikarenakan orang yang tidak memiliki kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak memiliki kesabaran untuk menjauhi maksiat, dan tidak memiliki kesabaran tatkala tertimpa takdir Allah yang tidak menyenangkan, maka dia kehilangan banyak sekali bagian keimanan” (At Tamhid li Syarh Kitabit Tauhid)
Definisi sabar dan musibah
Secara bahasa, sabar adalah menahan atau menghalangi. Dan demikianlah inti makna kesabaran yang diajarkan oleh syariat Islam. Secara syariat, makna sabar adalah menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari rasa murka, dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek sesuatu atau tindakan lain yang menyimpang dari syariat (Syaikh Solih Alu Syaikh dalam At Tamhid).
Adapun definisi musibah adalah segala sesuatu yang menyusahkan/menyakiti seseorang yang menimpa dirinya (Tafsir Al Qurthubi). Musibah pasti menimpa setiap orang, termasuk orang yang beriman. Namun tidak semua dari mereka mampu bersabar, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan serta kekurangan harta benda, jiwa, dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqoroh : 155)
Hukum sabar dalam musibah
Hukum bersabar ketika ditimpa musibah adalah wajib. Syaikh Shalih Alu Syaikh menjelaskan, “Bersabar menghadapi musibah hukumnya wajib, dan dia adalah salah satu kewajiban yang harus ditunaikan. Hal tersebut dikarenakan di dalam sabar terdapat sikap meninggalkan marah dan sikap tidak terima terhadap ketetapan dan takdir Allah” (At Tamhid li Syarh Kitabit Tauhid)
Sabar diwajibkan sejak awal ditimpa musibah, bukan belakangan setelah musibah selesai dan lisan telah mengeluh serta hati tidak terima dengan ketetapan Allah. Hal tersebut sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya sabar itu ketika awal tertimpa musibah” (HR. Bukhari)
Selain sebuah kewajiban, bersabar juga merupakan bagian dari kesempurnaan iman, sebagaimana Ali bin Abi Thalib radhiyallahu‘anhu mengatakan, “Sabar dan iman bagaikan kepala pada tubuh manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran” (Bahjatul Majalis wa Ansul Majalis)
Larangan murka terhadap musibah
Haram hukumnya bagi seorang muslim untuk murka terhadap musibah yang menimpanya, baik kemurkaan itu diwujudkan pada hati, lisan, atau anggota badan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Diantara manusia ada yang menyembah Allah menurut seleranya. Apabila ia mendapatkan kebaikan, hatinya merasa tenang. Akan tetapi, apabila ia mendapat cobaan yang tidak dia senangi, ia memalingkan wajahnya. Rugilah dunia dan akhiratnya” (QS. Al Hajj : 11). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ”Tidak termasuk golongan kami siapa saja yang menampar pipi (wajah), merobek kerah baju, dan melakukan amalan Jahiliyah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hikmah sabar dalam musibah
-
Bisa mendatangkan hidayah Allah
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah (bersabar) niscaya Allah akan memberikan hidayah kepada hatinya. Allah-lah yang Maha mengetahui segala sesuatu” (QS. At Taghaabun : 11)
Alqamah menafsirkan ayat tersebut dengan berkata, “Ayat ini berbicara tentang seorang lelaki yang tertimpa musibah dan dia menyadari bahwa musibah itu berasal dari sisi Allah maka dia pun merasa ridho dan bersikap pasrah kepada-Nya”
-
Mendapat pahala yang tidak terbatas
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya balasan bagi orang-orang yang sabar adalah pahala yang tidak terbatas” (QS. Az Zumar : 10)
Dan juga Allah berfirman (yang artinya), “Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini berasal dari Allah, dan kami juga akan kembali kepada-Nya.’ Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan ucapan sholawat (pujian) dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh hidayah” (QS. Al Baqoroh : 155-157)
-
Allah akan membersamai orang-orang yang sabar
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqoroh : 153)
Kiat meningkatkan kesabaran dalam musibah
-
Menyadari besarnya hikmah bersabar sebagaimana telah disampaikan di atas
-
Menyadari hikmah yang tersimpan di balik musibah yang menimpa di dunia
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah segerakan hukuman atas dosanya di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya maka Allah tahan hukuman atas dosanya itu sampai dibayarkan di saat hari kiamat” (HR Tirmidzi, shahih)
-
Menyadari bahwa ujian adalah keniscayaan
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan serta kekurangan harta benda, jiwa, dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqoroh : 155)
-
Mengingat bahwa musibah yang kita hadapi belumlah seberapa
Musibah yang kita dapati tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan musibah yang didapati oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para nabi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku, sungguh ia (musibahku) merupakan musibah yang paling besar” (HR. Ibnu Sa’ad dan Ad Darimi, shahih)
-
Menyadari bahwa semakin kuat iman, maka cobaan akan semakin kuat pula
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya, shahih)
-
Berdoa dan berharap ganti yang lebih baik
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Allaahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan segala sesuatu akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah aku ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti untukku dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik” (HR. Muslim)
-
Mengingat bahwa musibah yang menimpa kita adalah akibat perbuatan kita sendiri
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri” (QS. Asy Syura : 30)
Tetaplah memuji Allah ketika ditimpa musibah
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendapati sesuatu yang beliau sukai, maka beliau akan memuji Allah dengan mengucapkan, “Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat (segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sempurnalah segala kebaikan)”, dan apabila beliau mendapati sesuatu yang tidak disukai, beliau tetap memuji Allah dengan berkata, “Alhamdulillah ‘ala kulli hal (segala puji bagi Allah atas setiap keadaan)” (HR. Ibnu Majah, hasan)
Penulis : Muhammad Rezki Hr, S.T., M.Eng (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah : Ustadz Abu Salman, BIS